KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
A.
KONSEP DAN PENGERTIAN KEMISKINAN
- Pengertian Kemiskinan
Merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan secara
lebih luas dengan menambahkan faktor faktor lain seperti faktor sosial dan
moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan
individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian
dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang
seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok masyarakat
yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka
berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitas(kemiskinan struktural).
Pada umumnya kemiskinan diidentikkan dengan
ketidakmampuan seorang individu untuk memenuhhi standart minimum kebutuhan
pokok untuk dapat hidup secara layak. Pembahasan ini dimaksud dengan kemiskinan
material. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya
yaitu pada awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak hanya berdasarkan pada
tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan dibidang kesehatan,
pendidikan dan perumahan. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan
sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan, pendidikan, penyediaan
air bersih dan sanitasi.
Kemiskinan juga dapat didefinisikan menurut
dua pendekatan. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut
diukur dengan suatu standart tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan
pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan
absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan
riil minimum tertentu- atau mereka berada di bawah garis kemiskinan
internasional.
Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul
Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis
kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:
- Sumber
keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)
- Modal
produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)
- Jaringan
sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.
- Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan
bersama.
- Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.
- Pengetahuan dan keterampilan.
- Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang
senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang
telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin
pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada
kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain
yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi
tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan,
papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
Kemiskinan juga
sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai
kaitan erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah
ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11)
mengatakan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai
secara mutlak, sedangkan penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara
relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi
kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat tersebut.
Sebagian besar
dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok
dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya
dengan sektor ekonomi tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada
pola pertanian yang subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang
berpenghasilan rendah, ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan
berpenghasilan pas-pasan. Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota
menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya
fasilitas umum, kecilnya pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih
mencari kehidupan lebih baik menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan
tersebut menyiratkan adanya ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan
dan perkotaan.
B. GARIS KEMISKINAN
Peta berdasarkan
CIA World Factbook yang menunjukkan persentase penduduk suatu negara yang hidup
di bawah garis kemiskinan resmi negara tersebut.
Garis kemiskinan
atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu
dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam
praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan
juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara
berkembang.
Hampir setiap
masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi
kemiskinan.
C. DAMPAK
KEMISKINAN
Dampak kemiskinan begitu bervariasi karena
kondisi dan penyebab yang berbeda memunculkan akibat yang berbeda juga.
Pengangguran
merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan keterampilan
merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk berkembang
dan mencari pekerjaan yang layak untuk
memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya
pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan,
dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras
yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka
mereka makan seadanya. Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan
kepada anaknya akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat
kesulitan untuk waktu yang lama.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari
kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga
mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai alat
tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan, penodongan, pencurian,
penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi contoh kriminalitas
yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang
sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai
yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti sekarang
ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.
Putusnya sekolah
dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya
biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena tak lagi mampu
membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan
menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau
cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena
hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan
pekerjaan yang layak.
Kesehatan sulit
untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan
membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan
yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat
miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar.
Buruknya
generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak
putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada
anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara
berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat
tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain
sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang
panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bahagia,
mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat
menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada
generasi penerusnya.
D. PERTUMBUHAN
KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan:
Hipotesis Kuznets Data decade 1970an dan
1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang,
terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti
Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan
dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin
besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum
kaya.Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan
ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan
AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang
meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin
besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi,
perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public. Dalam perubahan pasar
buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin
besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua
faktor penyebab penting.
Literature
mengenai perubahankesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi
oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara
(cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time
series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan
tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.
Hasil ini
diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi
dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi
industry.
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kemiskinan
Dasar teori dari
korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus
pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas diatas. Mengikuti
hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan
cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang
miskin berangsur berkurang. Namun banyak faktor lain selain pertumbuhan yang
juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu
wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.
E. BEBERAPA
INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
-Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah
cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi
ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance.
Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama
dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan
koefisien gini.
Yang paling
sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0
sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang
sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam
pembagian pendapatan.
Ide dasar dari
perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
-Indikator Kemiskinan :
Batas garis
kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan
karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per
hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi
pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata
lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar
(basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama
merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan
absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah
batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan
minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari
2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (non food line).
Untuk mengukur
kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang
sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty
: presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran
konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H.
Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu
wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan
sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata
pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis
tersebut.
F. KEMISKINAN DI INDONESIA
Permasalahan yang harus dihadapi dan
diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping
masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau
menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1)
upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun
1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan
Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan
tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an
tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik.
Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang
mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002
bukanlah 10 sampai 2% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia
yang berjumlah 215 juta jiwa. Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses
sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung
untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna
SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin.
Kemiskinan harus diakui memang terus
menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa,
bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan
kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah
kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada
persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas,
kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi,
kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya
jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan
dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah,
kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan
papan secara terbatas.
Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa
rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan
banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya
untuk mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk
memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas
sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya
tenaga yang dikeluarkan.
Para buruh bekerja sepanjang hari,
tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah,
kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya
mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui
pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas,
kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka
kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa
saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet,
bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya
demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan.
kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada
habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
G. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan
menurut para Ahli.
Setiap
permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan
timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang
dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1). Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan
seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2). Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau
bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak
bergairah untuk bekerja.
3). Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan
apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka.
Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya
miskin.
4). Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa
konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu
menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat
kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan
keterampilan.
5). Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak
mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan
keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh
penghasilan.
6). Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga
banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan
menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin
meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Suryadiningrat
dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada
hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan
nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari
adanya :
- keengganan bekerja dan berusaha,
- kebodohan,
- motivasi rendah,
- tidak memiliki rencana jangka panjang,
- budaya kemiskinan, dan
- pemahaman keliru terhadap kemiskinan.
Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari
ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat :
- ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau
orang tidak mampu dan
- kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.
Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi
kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya
yaitu :
1. Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan
yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan
sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga
membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
2. Rendahnya Derajat
Kesehatan
Taraf kesehatan dan
gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan
prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi
kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh
terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha,
selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
4. Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk
miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka
hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan
pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan
proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1.
Pelestarian Proses Kemiskinan
Proses pemiskinan yang
dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaansuatu kebijakan diantaranya
adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2.
Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami
kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena
tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3.
Manajemen Sumber Daya Alam dan
Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber
daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan
menurunkan produktivitas.
4.
Kemiskinan Terjadi Karena
Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan
kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau
akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan
terus-menerus.
5.
Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih
dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan
hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
6.
Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan
etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani
dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
H. KEBIJAKAN ANTI
KEMISKINAN
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan
mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari
lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on
Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan
kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front :
(i) Pertumbuhan ekonomi yang luas
dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja danpendapatan bagi kelompok
miskin,
(ii) Pengembangan SDM (pendidikan,
kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi,
(iii) Membuat suatu jaringan pengaman
sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik
sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan
diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau
tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
1. Intervensi jangka
pendek, berupa :
- Pembangunan/penguatan sektor usaha Kerjsama
regional
- Manajemen
pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
- Desentralisasi
- Pendidikan
dan kesehatan
- Penyediaan
air bersih dan pembangunan perkotaan
- Pembagian
tanah pertanian yang merat
2. Pembangunan sektor
pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
3. Manajemen lingkungan
dan SDA
4. Pembangunan
transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
5. Peningkatan
keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
6. Peningkatan proteksi
sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
Salah satu contoh kebijakan Anti Kemiskinan pemerintah:
PAKET INSENTIF 1 OKTOBER 2005
Paket Insentif 1
Oktober 2005 merupakan bagian integral dan implementasi serta tindak lanjut
dari Paket Kebijakan 31 Agustus 2005 yang telah disampaikan oleh Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono. Paket ini juga didisain dalam kerangka reformasi ekonomi
untuk memperkuat fondasi perekonomian dan mempertahankan momentum percepatan
laju pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan daya saing dan menggairahkan
investasi dalam rangka penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan.
SOAL :
1.
Merupakan ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan, adalah pengertian dari…
a.Kemiskinan c.
Garis Kemiskinan
b.Kesenjangan d.
Faktor Kemiskinan
2.
Yang bukan Kebijakan anti
kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan
yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia adalah…
a.ILO c.
Bank Dunia
b.WHO d.
UNDP
3.
Terbatasnya Lapangan Pekerjaan
dan Rendahnya Pendidikan merupakan faktor dari…
a.Kesenjangan c.
Pertumbuhan Ekonomi
b.Kebijakan d. Kemiskinan
4.
Berikut adalah dampak dari
kemiskinan, kecuali...
a.Putusnya Sekolah c.
Kesehatan yang sulit didapatkan
b.Pengangguran d. Kebutuhan yang terpenuhi
5. Faktor yang menyebabkan
timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29)
yaitu…
a.Tersedianya
lapangan pekerjaan
b. Pendidikan yang Terlampau
Rendah
c. Keterbatasan Sumber Alam
d. Keterbatasan Modal
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
DAN OTONOMI DAERAH
A.
UNDANG-UNDANG OTONOMI
DAERAH
UU otonomi daerah merupakan dasar hukum pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung hukum pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia.
UU otonomi daerah di Indonesia menjadi payung hukum terhadap seluruh peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah di bawah
UU otonomi daerah seperti, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan
Bupati dan seterusnya.
Tentang UU Otonomi Daerah
UU otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah
sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan
di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan
bahwa:
“Pemerintahan daerah propinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai
susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa:
“Susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.
Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi
pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah
menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah
undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera
setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah
mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia
mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang
besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di
Indonesia.
Beberapa aturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
6. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
B. PERUBAHAN PENERIMAAN DAERAH
DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
Perubahan atas
pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para
pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang
perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah
(DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang
berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena tidak terprediksinya sumber
penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, perubahan kebijakan tentang pajak
dan retribusi daerah, dan penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan
mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
- Target pendapatan dalam
APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angka untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan
menambah penerimaan dalam kas daerah
- Alasan penentuan target PAD
oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang
dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget
minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep
partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena
memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding
DPRD.
- Jika dalam APBD
“murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD
Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran
yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD ini dapat
diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja modal dalam
mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan
tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang
dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan
daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam
mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi).
Dengan demikian
usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif
yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham
kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu
sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah
sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan
tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.
Sebagaimana
telah diuraikan terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini
pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan
daerah pada Kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan
daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan
pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun
2004).
C. PERKEMBANGAN EKONOMI
REGIONAL
Pembangunan Ekonomi daerah adalah suatu
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi
daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan
pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi sumber daya
manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal. Pembangunan ekonomi
daerah merupakan suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, ilmu pengetahuan dan pengembangan
pertusahaan-perusahaan baru.
Tujuan utama ekonomi daerah/regional
adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah.
Corak Pembangunan Daerah Yang dimaksud dengan
Corak Pembanguinan Daerah adalah merupakan pola pembangunan yang harus ditempuh
oleh suatu daerah dalam suatu kegiatan pembangunan. Dimana pola itu harus
sesuai dengan kondisi daerah seperti masalah, kebutuhan dan potensi daerah yang
bersangkutan.
Perla dan Wingo membedakan tiga tahap pola
perkembangan daerah A.S, yakni:
1. Perkembangan pertanian (1840) Pada tahap ini daerah yang mengalami perkembangan
Ialah daerah yang sangat sesuai dengan usaha pertanian daerah yang dapat
menyediakan jasa-jasa untuk perkembangan sektor pertanian. Perkembangan ini
terutama didorong oleh karena pertambahan permintaan atas hasil-hasil pertanian
dari sektor industri, baik dari dalam dalam maupun luar negeri.
2. Perkembangan
pertambangan (1840-1950) Pertambangan besi dan batu bara merupakan pertambangan
yang mula-mula berkembang. Sebab kedua jenis bahan tambang ini diperlukan oleh industri baja dan daijadikan sumber energi. Sektor pertambangan sangat besar pengruhnya terhadap perkembangan suatu daerah sebab sektor ini memiliki pengaruh yang baik untuk masa depan.
3. Tahap Perkembangan Amenity Resourcers Pada pertenganhan
abad ke-20, alokasi
kegiatan ekonomi dipengaruhi oleh saut faktor yang disebut sebagai
Amenity Resources yang didefeinisikan sebgai gabungan dari iklim, keadaan
tanah, daerah pantai dan air yang menciptakan sarana hidup yang baik dan
menarik bagi migrasi dan pengusaha untuk penanaman modalnya di daerah itu.
Memperhatikan pola perkembangan di daerah-daerah negara maju maka yang
diutamakan adalah sektor industri sebab sektor ini dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia untuk pembangunan daerah.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
KETIMPANGAN
Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar
wilayah menurut Sjafrizal (2012)
yaitu :
1. Perbedaan kandungan sumber
daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan
produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam
cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif
murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam
lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan
menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya
alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya
produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan
daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
2. Perbedaan kondisi
demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan
dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan,
perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan
kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat
setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai
produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong
peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan
kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah
dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi
spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi
suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya
adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga
daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4. Konsentrasi kegiatan
ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah
dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang
selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.
5. Alokasi dana pembangunan
antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada
sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan
ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih
rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar.
Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan
yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan
oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan
pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha
dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Menurut Adelman dan Morris
(1973) dalam Arsyad (2010)
mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di
negara-negara sedang berkembang, yaitu:
- Pertambahan penduduk yang
tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita;
- Inflasi di mana pendapatan uang
bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi
barang-barang;
- Ketidakmerataan pembangunan
antar daerah;
- Investasi yang sangat banyak
dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase
pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase
pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah;
- Rendahnya mobilitas sosial;
- Pelaksanaan kebijaksanaan
industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil
industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis;
- Memburuknya nilai tukar (term
of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan
negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara
terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang;
- Hancurnya industri-industri
kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.
E. PEMBANGUNAN INDONESIA
BAGIAN TIMUR
Kinerja Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
GBHN 1993 mengamanatkan perlunya menyerasikan laju pertumbuhan
antardaerah serta melaksanakan otonomi daerah yang nyata, serasi, dinamis, dan
bertanggungjawab di dalam suatu kesatuan Wawasan Nusantara. Implikasinya adalah
bahwa kebijaksanaan pembangunan daerah tidaklah sekedar memberikan kompensasi
alokasi finansial kepada propinsi atau kawasan yang relatif tertinggal, akan
tetapi justru lebih difokuskan untuk dapat menumbuhkan sikap kemandirian dari
masing-masing daerah tersebut untuk dapat mengelola dan mengembangkan potensi
sumberdaya yang dimiliki demi kepentingan daerah yang bersangkutan pada
khususnya maupun kepentingan nasional pada umumnya.
Selama PJP I, perkembangan ekonomi antardaerah memperlihatkan
kecenderungan bahwa propinsi-propinsi di Pulau Jawa pada umumnya mengalami
perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan propinsi lainnya di
luar Jawa. Perbedaan perkembangan antardaerah tersebut menyebabkan terjadinya
kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan antardaerah, terutama antara Jawa dan
luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia (KBI) dengan kawasan timur Indonesia
(KTI), dan antara daerah perkotaan dengan daerah perdesaan. Disamping itu,
masih ditemui daerah-daerah yang relatif tertinggal dibandingkan daerah lain,
yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan
daerah terbelakang lainnya.
Dalam PJP II, wilayah kawasan timur Indonesia (KTI) yang secara
definitif meliputi 13 propinsi yang ada di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan
kepulauan timur, telah diberikan prioritas untuk dikembangkan dalam upaya untuk
memperkecil tingkat kesenjangan yang terjadi antara kawasan barat Indonesia
dengan KTI selama PJP I yang lalu. Sebenarnya, sejak lima tahun terkahir ini
upaya untuk mempercepat pembangunan dan mengembangkan KTI telah banyak
dilakukan melalui berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang
ditetapkan oleh Pemerintah, serta melalui berbagai seminar, lokakarya, rapat
kerja, sarasehan yang membahas masalah pembangunan KTI yang dilakukan baik oleh
pemerintah, pihak perguruan tinggi, maupun pihak dunia usaha swasta.
Dalam membangun KTI, terdapat beberapa faktor pokok yang perlu
diberikan perhatian lebih mendalam dalam memformulasikan strategi
pengembangannya, yaitu: (a) adanya keanekaragaman situasi dan kondisi
daerah-daerah di KTI yang memerlukan kebijaksanaan serta solusi pembangunan
yang disesuaikan dengan kepentingan setempat (local needs); (b) perlunya
pendekatan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dan menggunakan
pendekatan perwilayahan; (c) perencanaan pembangunan di daerah harus
memperhatikan serta melibatkan peranserta masyarakat; serta (d) peningkatan
serta pengembangan sektor pertanian yang tangguh untuk dapat menanggulangi
masalah kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan melalui peningkatan
pendapatan masyarakat khususnya dalam bidang agribisnis dan agroindustri, serta
penyediaan berbagai sarana dan prasarana lapangan kerja.
Selain itu, dalam memformulasikan strategi pengembangan KTI terdapat
tiga pertimbangan pokok terhadap potensi dan peluang yang dimiliki KTI, yaitu:
(a) beberapa propinsi di KTI merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam
yang memiliki potensi untuk dikembangkan, yang pada gilirannya dapat pula
dikembangkan menjadi kawasan pusat-pusat pertumbuhan; (b) jumlah penduduk yang
relatif sedikit dengan penyebaran yang tidak merata dibandingkan luas wilayah,
merupakan "katup pengaman" bagi program transmigrasi penduduk dari
wilayah KBI yang relatif lebih padat; serta (c) adanya komitmen pemerintah
untuk melaksanakan pembangunan yang memperhatikan aspek pemerataan dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Strategi pengembangan wilayah KTI pada dasarnya merupakan strategi
atau langkah-langkah kebijaksanaan yang bertahap, yakni mencakup tiga tingkatan
strategi: mikro, meso, dan makro. Strategi tingkat mikro bertujuan untuk
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan dasar, membantu daerah dalam mencapai
kemandirian ekonomi, mendorong pengembangan potensi ekspor daerah, sehingga
dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Strategi tingkat
meso mengupayakan identifikasi keterkaitan fisik dan ekonomi antarpropinsi agar
dapat diciptakan pusat-pusat pengembangan antarwilayah di kawasan yang
bersangkutan. Sedangkan strategi tingkat makro lebih difokuskan pada
pengembangan prasarana transportasi intra dan antarwilayah sebagai bagian dari
sistem transpotasi nasional, pemanfaatan sumberdaya alam secara tepat dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup, peningkatan peranserta sektor swasta,
penguatan kelembagaan pemerintah dan masyarakat termasuk peranserta aktif dari
kalangan perguruan tinggi sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia di KTI.
Sejalan dengan upaya tersebut, salah satu komitmen pemerintah yang
cukup nyata dalam mempercepat pengembangan KTI dalam PJP II adalah dengan
dibentuknya Dewan Pengembangan KTI (DP-KTI) melalui Keppres No. 120 Tahun 1993
tentang Dewan Pengembangan KTI, yang diketuai langsung oleh Bapak Presiden RI
dan beranggotakan 17 menteri/ketua LPND. Untuk lebih meningkatkan bobot
kebijaksanaan yang ditetapkan Dewan, dibentuk 4 pokja yang meliputi
bidang-bidang: (i) pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, (ii) sumber
daya alam dan lingkungan, (iii) prasarana, dan (iv) kelembagaan, serta 1
kelompok kerjasama pembangunan daerah antarBappeda se-KTI. Sejak terbentuknya,
Dewan telah melaksanakan beberapa kali pertemuan tingkat anggota Dewan dan
telah menghasilkan berbagai keputusan yang berbobot kebijaksanaan makro yang
dijabarkan secara lebih operasional oleh masing-masing departemen/LPND terkait.
Sebagaimana telah ditetapkan, fungsi dari DP-KTI adalah sebagai
wadah bagi perumusan dan penetapan kebijakan dan strategi untuk mempercepat
pembangunan di KTI, termasuk penentuan tahapan dan prioritas pelaksanaannya.
Untuk itu, selain dari beberapa kelompok kerja yang telah dibentuk diatas,
secara fungsional juga telah dibentuk beberapa tim khusus (adhoc) yang bertugas
untuk menyusun berbagai kajian dan rumusan kebijaksanaan bagi pengembangan
bidang-bidang tertentu yang potensial di kawasan timur Indonesia, seperti (i)
tim perumus pemberian insentif investasi, (ii) tim penyiapan kawasan andalan
Biak sebagai daerah otorita, (iii) tim budidaya ikan tuna dan ternak, serta
(iv) tim budidaya rotan. Tugas dari masing-masing tim yang bersifat temporer
tersebut, diharapkan dapat memberikan masukan bagi DP-KTI dalam menentukan
kebijaksanaan pembangunan KTI secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.
Pengembangan Kawasan Andalan di Kawasan Timur Indonesia
Dalam Repelita VI telah ditentukan kawasan-kawasan andalan yang
perlu dikembangkan dengan dukungan semua sektor pembangunan. Di dalam strategi
pembangunan daerah khususnya untuk wilayah KTI diupayakan untuk mewujudkan
keterkaitan fisik dan ekonomi antarwilayah, termasuk kawasan cepat tumbuh
(misalnya kawasan segitiga pertumbuhan), kawasan perbatasan antarnegara dan
kawasan andalan. Beberapa kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai
kawasan andalan beserta sektor unggulan di wilayah KTI telah diidentifikasi
dalam rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN) yang secara keseluruhan
berjumlah 56 kawasan, yang terdiri dari: 16 kawasan andalan di wilayah
Kalimantan, 9 di wilayah Nusa Tenggara, 16 di wilayah Sulawesi, 4 di Maluku,
dan 9 kawasan di Irian Jaya. Pada kenyataannya, sebenarnya sebelum ditetapkan
dalam RTRWN, penetapan kawasan andalan telah dilakukan dengan basis potensi
sumber daya alam unggulan di masing-masing kawasan, seperti antara lain:
kawasan tanaman pangan di Sulawesi Selatan, Memberamo, Sumbawa Utara, Kendari,
Gorontalo; kawasan perkebunan skala besar di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan
Irian Jaya; kawasan industri perkayuan dan hutan tanaman industri di Kalimantan,
Sulawesi dan Irian Jaya; kawasan peternakan di Nusa Tenggara dan Irian Jaya;
serta kawasan perikanan di Maluku.
Dalam perkembangan selanjutnya, melalui pembahasan intensif yang
dilakukan DP-KTI selama tahun 1995, telah ditetapkan 13 kawasan andalan prioritas
yang diusulkan masing-masing propinsi, yang dianggap paling mendesak untuk
dikembangkan di masing-masing propinsi di kawasan timur Indonesia. Kawasan
andalan yang akan dikembangkan dalam tahapan pertama adalah: Biak di Propinsi
Irian Jaya, Pulau Seram di Propinsi Maluku, Betano-Natarbora-Viqueque (BENAVIQ)
di Propinsi Timor Timur, Mbay di Propinsi NTT, Bima di Propinsi NTB,
Manado-Bitung di Propinsi Sulawesi Utara, Batui di Propinsi Sulawesi Tengah,
Buton-Kolaka-Kendari (BUKARI) di Propinsi Sulawesi Tenggara, Pare-pare di
Propinsi Sulawesi Selatan, DAS Kahayan-Kapuas-Barito (KAKAB) di Propinsi
Kalimantan Tengah, Samarinda-Sanga Sanga-Muara Jawa-Balikpapan (SASAMBA) di
Propinsi Kalimantan Timur, Satui-Kusan-Kelumpang-Batulicin-Pulau Laut (SAKUPANGBALAUT)
di Propinsi Kalimantan Selatan, dan Sanggau di Propinsi Kalimantan Barat. Salah
satu kawasan andalan prioritas yaitu Biak di Propinsi Irian Jaya, telah
disepakati untuk ditetapkan pengembangannya sebagai daerah otorita.
Dalam rangka lebih menjamin komimen pemerintah pemerintah terhadap
ketigabelas kawasan andalan tersebut, dipandang perlu dikeluarkannya Keputusan
Presiden (Keppres) mengenai pengembangan kawasan andalan prioritas di KTI.
Pengembangan kawasan andalan tersebut dirancang tidak secara eksklusif
(tersendiri), namun dikembangkan secara terpadu saling terkait satu sama lain
dengan: (i) pengembangan daerah sekitarnya (hinterland) secara internal, (ii)
kawasan andalan prioritas di propinsi lainnya secara regional, dan (iii)
kawasan pusat pertumbuhan lainnya di belahan barat Indonesia, serta (iv)
kawasan kerjasama subregional yang berdekatan seperti BIMP-EAGA dan IMS-GT.
Selain dari pengembangan kawasan andalan prioritas, diupayakan pula
pengembangan kota-kota prioritas sebagai pusat-pusat ekonomi perkotaan dalam
kawasan-kawasan andalan sebagai suatu kesatuan struktur wilayah, seperti pusat
pertumbuhan wilayah nasional di Ujung Pandang, Manado, Pontianak, Banjarmasin,
Kupang dan Jayapura, serta pusat-pusat pertumbuhan antarwilayah di Balikpapan,
Samarinda, Palangkaraya, Mataram, Dili, Ambon, Merauke, Sorong, Palu, dan
Kendari.
Tindak Lanjut Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
Salah satu hasil keputusan pokok Dewan Pengembangan KTI adalah perlu
dilakukan upaya untuk mempercepat laju investasi pihak swasta di wilayah KTI.
Sebagai salah satu upaya untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang
ditetapkan dalam Repelita VI sebesar 7,1% per tahun secara nasional dengan
total investasi sebesar Rp815 triliun, yang untuk wilayah KTI ditargetkan 7,5%
per tahun dengan perkiraan jumlah investasi sebesar Rp206 triliun selama
Repelita VI, maka peranserta pihak swasta dalam pembangunan di wilayah KTI
perlu terus ditingkatkan.
Dalam rangka meningkatkan peranserta investasi swasta tersebut,
peranan investasi pemerintah terutama diarahkan bagi pengadaan prasarana dasar
maupun prasarana ekonomi, yang selanjutnya diharapkan dapat merangsang
investasi masyarakat terutama dari dunia usaha untuk menggerakkan perekonomian
secara keseluruhan. Diharapkan dengan adanya penyesuaian sasaran laju
pertumbuhan ekonomi tersebut, investasi pemerintah di KTI akan dapat meningkat
dari 26% pada tahun 1993 menjadi hampir 28% pada akhir tahun Repelita VI.
Dengan investasi pemerintah yang semakin meningkat tersebut, diharapkan peranserta
masyarakat dan dunia usaha akan meningkat pula, yaitu dari 11% menjadi 13% pada
kurun waktu yang sama. Sehubungan dengan itu, wilayah KTI diharapkan mampu
menarik sektor swasta dan dunia usaha agar menanamkan modal dan mengembangkan
potensi berbagai sumber daya pembangunan di wilayah ini.
Tantangan utama yang dihadapi dalam menciptakan iklim usaha yang
menarik di wilayah KTI, adalah mengembangkan kawasan dan pusat pertumbuhan agar
dapat mendorong perkembangan kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan
sekaligus meningkatkan fungsi sebagai pusat jasa distribusi bagi daerah-daerah
yang berada di hinterlandnya. Untuk itu, rencana pengembangan kawasan andalan
prioritas sebagai suatu kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) diharapkan
dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna di dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi wilayah dan nasional.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan
partisipasi sektor swasta untuk berkiprah membangunan KTI antara lain melalui:
(i) penyediaan prasarana dasar investasi yang disediakan pemerintah dan
terjangkau; (ii) penyediaan informasi dan peluang investasi; (iii) penurunan
suku bunga dan keringanan pajak yang memadai; (iv) kebijaksanaan fiskal dan
moneter yang lebih memperhatikan kepentingan para investor; (v) dukungan
pelayanan sistim transportasi (terutama laut dan udara) yang efisien; (vi)
desentralisasi kewenangan izin usaha dan investasi kepada daerah untuk
memperpendek jalur birokrasi dan prosedur perizinan; (vii) pengembangan bersama
komoditi unggulan agar memperoleh dayaguna dan hasilguna yang lebih optimal,
dan sekaligus mengembangkan industri pengolahan untuk memperoleh nilai tambah
yang maksimum bagi wilayah KTI; dan (viii) mengembangkan kemitraan antara
pengusaha kecil dan koperasi dengan pengusaha lainnya, dengan pembinaan teknis
yang lebih baik pada pengusaha kecil dan koperasi.
Sejalan dengan itu, perlu pula diupayakan peningkatan kinerja
perekonomian wilayah KTI melalui penciptaan kerjasama regional dengan negara
tetangga yang berbatasan dengan wilayah KTI, seperti:
- antara KTI bagian Utara dengan
Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam;
- antara KTI bagian Timur dengan Papua Nugini
dan negara-negara kepulauan di Pasifik;
- antara KTI bagian selatan dengan Australia
bagian utara; dan
- antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
dengan Malaysia bagian timur dan Brunei Darussalam.
Dengan mempertimbangkan beberapa permasalahan, potensi dan prospek
pengembangan KTI tersebut, dapat disimpulkan beberapa upaya yang perlu
dilakukan dalam rangka percepatan pembangunan KTI melalui:
- peningkatan dukungan investasi
pemerintah terhadap wilayah yang tertinggal, yang sekaligus menciptakan dan
memperbaiki iklim investasi untuk menarik modal swasta;
- perwujudan keterkaitan fisik dan ekonomi
antarwilayah, termasuk pada kawasancepat tumbuh, kawasan perbatasan
antarnegara dan kawasan andalan;
- pengembangan kota-kota prioritas sebagai
pusat-pusat ekonomi perkotaan dalamkawasan andalan sebagai suatu kesatuan
struktur wilayah, seperti pusat pertumbuhan wilayah nasional di Ujung Pandang,
Menado, Pontianak, Banjarmasin, dan pusat pertumbuhan antarwilayah di
Balikpapan, Samarinda, Mataram, dan Dili; serta
- pembentukan pusat-pusat pertumbuhan dan
kawasan andalan di KTI yang mempunyai keterkaitan ekonomi dengan pusat-pusat
pertumbuhan di luar negeri, seperti Kupang-Darwin dan BIMP-EAGA.
Beberapa langkah kebijaksanaan di atas, perlu dibarengi dengan upaya
untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan dari pemerintah daerah tingkat I dan
tingkat II se-KTI dalam rangka lebih berperanserta aktif dalam pembangunan di
daerahnya masing-masing. Sejalan itu, upaya untuk lebih mendesentralisasikan
wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
sangat tergantung dari kesiapan dan kemampuan pemerintah daerah masing-masing,
sekaligus dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
F. TEORI DAN ANALISIS
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang
dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk
menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona
pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan
ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi
unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih
zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona
diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula
pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor
Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster
Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi
yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan
pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1.
Membangun
setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan
kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.
Menciptakan
proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan
berkesinambungan.
3.
Memberikan
peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini
sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli
ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan
ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan
Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang
terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan
dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan
oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang
terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor
kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti
pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan
tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang
perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri
tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait
dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada
setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model
pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang
menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang
perkembangan sektor lainnya.
Terdapat
pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa
produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun
perekonomiannya.
Pengertian
kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi
dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari
proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing
suatu bisnis”.
Sedangan
menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi,
sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik,
sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
SOAL :
1.
Ketentuan mengenai pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal…
a.18 ayat (2) c.
17 ayat (6)
b.19
ayat (4) d.
18 ayat (3)
2.
suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Adalah pengertian dari…
a.pengembangan ekonomi daerah c.
persatuan ekonomi daerah
b.pembangunan ekonomi daerah d.
peningkatan ekonomi daerah
3.
Berikut adalah faktor-faktor
ketimpangan, kecuali :
a.Perbedaan
kandungan sumber daya alam
b.
Alokasi dana pembangunan antar wilayah
c.Konsentrasi
kegiatan ekonomi wilayah
d.Kepadatan Penduduk
4.
Salah
satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan adalah…
a.ZPED c.ZTED
b.ZRED d.ZEDP
5.
Merupakan pendapatan daerah
yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudkan
asas desentralisasi. Adalah pengertian dari..
a.Pendapatan Asli Daerah c.Pendapatan
Sektor Daerah
b.Pendaptan Asli Otonom d.Pendapatan
Sektor Pemerintah
SEKTOR PERTANIAN
A. SEKTOR PERTANIAN DI
INDONESIA
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang
di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDBdunia. Sejarah Indonesia sejak
masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan
perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam
menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di
berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun
2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi
sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total
pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji
pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena pertanian selalu
terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik pertanian, biokimia, dan statistika juga
dipelajari dalam pertanian. Usaha
tani (farming) adalah
bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan
dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi mereka yang
menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau
"petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock)
secara khusus disebut sebagai peternak.
B. NILAI TUKAR PETANI
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio
antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar
petani yang dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani merupakan salah
satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani. Pengumpulan data
dan perhitungan NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.
Indeks harga yang diterima petani (IT)
adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil
produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang
yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam
penghitungan pendapatan sektor pertanian.
IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil
pertanian yang dihasilkan oleh petani, mencakup sektor padi, palawija, hasil
peternakan, perkebunan rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan
tangkap maupun budi daya).
Indeks harga yang dibayar petani (IB)
adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga
petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk
proses produksi pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang
yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di
pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil
pertanian. Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di
pedesaan.
IB dihitung berdasarkan indeks harga yang
harus dibayarkan oleh petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan penambahan
barang modal dan biaya produksi, yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan
barang dan jasa non makanan.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
1.
NTP > 100 berarti NTP pada
suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar,
dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari
kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi lebih besar dari
pengeluarannya.
2.
NTP = 100 berarti NTP pada
suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain
petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama
dengan pengeluarannya.
3.
NTP < 100 berarti NTP pada
suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata
lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil
dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun
dan lebih kecil dari pengeluarannya.
Nilai tukar petani dapat bervariasi di
setiap daerah dan berfluktuasi seiring waktu. Nilai tukar petani dihitung
secara skala nasional maupun lokal. Nilai tukar petani secara nasional pada
periode Oktober 2013 mengalami peningkatan 0.71% dari 104,56 poin pada periode
September 2013 ke 105,30 poin namun secara lokal, misal di Jambi, didapatkan
hasil yang berbeda. Di Jambi pada periode yang sama nilai tukar petani naik
sebesar 0,63 persen dibanding bulan sebelumnya yaitu dari 87,56 point menjadi
88,11 point pada Oktober 2013. Peningkatan nilai tukar petani di Bali juga
dilaporkan berbeda, yakni sebesar 0,16 persen dari 106,82 persen pada September
2013 menjadi 107 persen pada bulan Oktober 2013.
Orientasi pembangunan saat ini yang
berfokus pada industri dan modal cenderung mengesampingkan pembangunan
pertanian pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani tidak masuk ke dalam
tujuan pembangunan.
C. INVESTASI DI SEKTOR
PERTANIAN
Investasi berarti suatu pengeluaran yang ditujukan untuk
meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal (capital
stock) dan terdiri dari pabrik, jalan, jembatan, perkantoran, produk-produk
tahan lama lainnya, yang digunakan dalam proses investasi. Investasi dapat
diartikan juga sebagai pengeluaran tambahan yang ditambahkan pada komponen-komponen
barang modal (capital accumulation). Sektor pertanian adalah salah satu sektor
penting dalam pergerakan perekonomian di Indonesia, terutama pada perekonomian
pedesaan. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah rendahnya perkembangan
investasi dibidang pertanian, terutama spesifikasi pada investasi bidang
pertanian dalam arti sempit. Salah satu sektor penunjang yang dapat menjadi
indikator investasi adalah sektor perbankan.
Berdasarkan data posisi pinjaman investasi yang diberikan
oleh sektor perbankan (baik bank pPersero, Bank Perkreditan Rakyat, Bank
Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, dan Bank
Campuran)kepada sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan, tren
pemberian modal investasi pada tahun 2005-januari 2011 cenderung stagnan. Pada
Bank Persero, pemberian pinjaman investasi mengalami peningkatan(dalam miliar
rupiah) dari 7.579 pada 2005 atau 19.18% menjadi 28.307 pada januari 2011 atau
31.5%. sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan mendapatkan jumlah
dan proporsi terbesar dalam penyaluran kredit investasi. Namun, peningkatan ini
masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pada sektor listrik,
gas, dan air bersih yang mendapatkan proporsi sebesar 0.2% pada 2005 dan
meningkat menjadi 9% pada 2011. Pada Bank Pemerintahan Daerah, pada januari
2011, alokasi pinjaman investasi terbesar diberikan kepada sektor jasa, yaitu
21.76%. sektor jasa mengalami peningkatan yang sangat signifikan, karena pada
tahun 2005 sektor ini hanya mendapatkan alokasi sebesar 8.68%. sedangkan sekrot
pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan mendapatkan proporsi sebesar
18.8% pada 2005 dan 15.74% pada januari 2011. Hal ini menunjukan bahwa sektor
pertanian mengalami penurunan proporsi pemberian modal kreit pada bank
pemerintahan daerah. Pada bank swasta nasional, sektor pertanian, perikanan,
peternakan dan kehutanan mendapatkan proporsi sebesar 9.02% pada 2005 dan
menjadi 8.46% pada januari 2011. Proporsi tertinggi pemberian pinjaman
investasi pada 2005 oleh bank swasta nasional adalah pada sektor perdagangan,
hotel, dan restoran sebesar 20.15%, dan pada januari 2011, sebesar 20.27%. Pada
bank swasta asing dan campuran, sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan
kehutanan memperoleh proporsi sebesar 1.9% pada 2005 dan 11.2% pada 2011.
Sedangkan sektor yang mendapatkan pinjaman terbesar adalah industri pengolahan
sebesar 43.8% pada 2005 dan 28% pada 2011.
Berdasarkan data perkembangan realisasi investasi PMA tahun
2006-2009, sektor tanaman pangan dan perkebunan mendapatkan nilai realisasi
investasi yang mengalami penurunan. Pada sektor peternakan, nilai realisasi
investasi mengalami peningkatan tajam pada 2007 namun setelah itu mengalami
penurunan drastis hingga 2009. Sektor kehutanan sejak tahun 2007 tidak mendapatkan
realisasi investasi, sedangkan sektor perikanan juga mengalami penurunan. Akan
tetapi, jika diperhatikan secara keselurhan, dapat disimpulkan bahwa investasi
luar negeri lebih banyak dialokasikan ke sektor sekunder dan tersier, dengan
proporsi lebih dari 50%. Berdasarkan data perkembangan realisasi investasi PMD
tahun 2006-2009,sektor tanaman pangan mengalami peningkatan pada tahun 2007,
menurun pada tahun 2008, dan meningkat kembali tahun 2009. Sektor petrnakan
juga mengalami fluktuasi, sedangkan sektor perikanan mengalami peningkatan. Sma
seperti PMA, PMD pada sektor pertanian memiliki proporsi yang masih lebih kecil
dibandingkan pada sektor lain.
Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat
Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa perkembangan
investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan yang terus menurun.
Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab ketidak tertarikan investor
untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian, diantaranya:
Pertama, sektor
pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi dibanding
sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang menyebabkan
kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan ketidakpastian dan risiko
yang dihadapi semakin tinggi.
Kedua, pada kasus
pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang tersedia menjadi slah
satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin tidak menarik.
Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian seperti irigasi
misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru dan sudah semakin
tidak terawat. Selain itu, karena umuya sentra produksi pertanian berada di
daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberpaa jalur misalkan
pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan terjadi kerusakan
barang semakin tinggi.
Ketiga, masih
sulitnya birokrasi yang ada apabila hemdak mendirikan usaha pertanian yang
memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi kurang menarik.
Keempat, masih
tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku secara
keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian.
Kelima, masih
tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian yang menjadi
komoditi politik.
Keenam, masih
maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin meningkatkan
biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih kebijakan antar
departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi antar instansi
pemeerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor
Ketujuh, adanya
otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih dengan kebijakan
pemerintah pusat.
Kedelapan, anggapan
bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik dibandingkan dengan sektor lain.
Pertanian Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran
penting dalam meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat
ini tren investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena
pentingnya peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai
kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian. Hal yang
paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang pertanian adalah
menyinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara departemen/kementrian
di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah.
Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor
mendapatkan suatu kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih
mudah untuk mengambil keputusan investasi. Pemerintah juga perlu melakukan
upaya pendekatan kepada investor untuk menanamkan modalnya dibidang pertanian.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan untuk investasi
misalkan bantuan untuk merampingkan jalur birokrasi, memberikan jaminan
kestabilan politik dan keamanan investasi, serta perbaikan infrastruktur
sehingga dapat meminimalisasi risiko dan ketidakpastian yang dihadapi.
D. KETERKAITAN PERTANIAN
DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR
Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi
yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector
pertanian positive walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur negative.
Jepang, Taiwan & Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengang
revolusi sector pertanian.
Alasan sektor
pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi :
- Sektor pertanian kuat =>
pangan terjamin => tidak ada lapar=> kondisi sospol stabil
- Sudut Permintaan => Sektor
pertanian kuat => pendapatan riil perkapita naik => permintaan oleh
petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur
berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
- Sudut Penawaran =>
permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.
Kelebihan output
siktor pertanian digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt
industri kecil dipedesaan. Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor
pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat
bergantung kepada barang impor.
SOAL :
a.Pertanian c.Nilai
tukar petani
b.Bercocok tanam d.Sektor
petani
2. Rasio antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase
merupakan definisi dari…
a.Sektor Pertanian c.Investasi
sektor
b.Nilai tukar petani d.Pertanian
3. NTP pada suatu periode tertentu
lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani
mengalami surplus. Merupakan ciri...
a.NTP=100 c.NTP<100
b.NTP-100 d.NTP>100
4. penyebab ketidak tertarikan investor untuk menanamkan
modalnya ke sektor petanian, diantaranya,Kecuali…
a.sektor
pertanian memiliki risiko c.
minimnya sarana pendukung yang tersedia
b. masih
sulitnya birokrasi d.stabilnya iklim
investasi di Indonesia
5. Sektor yang memiliki peran penting dalam meningkatkan
perekonomian, terutama perekonomian pedesaan, merupakan pengertian dari…
a.Pertanian
sektor c.Ekonomi
sektor
b.Investasi
sector d.Industri
sector
INDUSTRIALISASI DI
INDONESIA
A. KONSEP DAN TUJUAN
INDUSTRIALISASI
Industri adalah bidang matapencaharian
yang menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious)
dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan
distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata
rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang
berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan
yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah,
yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik.
Awal konsep industrialisasi revolusi industry abad 18 di Inggris
adalah dalam pemintalan dan produksi kapas yang menciptakan spesialisasi
produksi.selanjutnya penemuan baru pada pengolahan besi dan mesin uap sehingga
mendorong inovasi baja,dan begitu seterusnya,inovasi-inovasi bar uterus
bermunculan.industri merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk
menjamin pertumbuhan ekonomi.
Tujuan industrialisasi itu sendiri
adalah untuk memajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan
didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini
maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
B. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG INDUSTRIALISASI
Faktor-faktor pendorong industrialisasi itu sendiri
adalah :
a.kemampuan teknologi dan inovasi
b.laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
c.kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
d.besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat
pendapatan dan jumlah penduduk
e.ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan
industrialisasi seperti tahap implementasi
f.keberasaan SDA(sumber daya alam)
g.kebijakan atau strategi pemerintah
C. PERKEMBANGAN INDUSTRI
MANUFAKTUR NASIONAL
Perkembangan industry manufaktur
disetiap Negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industry Negara
itu secara nasional,sejak krisis ekonomi dunia pada tahun 1998 dan perontokan
perekonomian nasional ,perkembangan industry di Indonesiasecara nasional belum
memperlihatkan perkembangan yang memuaskan.bahkan perkembangan industry
nasional ,khususnya industry manufaktur ,lebih sering merosot perkembangannya
dibandingkan dengan grafik peningkatannya
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada tahun 2006,oleh
sebuah lembaga internasional terhadap prospek industry manufaktur di berbagai
Negara melihatkan hadil yang cukup memprihatinkan.dari 60 negara yang menjadi
obyek penelitian,posisi industry manufaktur Indonesia berada diposisi terbawah
bersama beberapa Negara asia seperti Vietnam,riset yang meneliti aspek daya
saing produk industry manufaktur Indonesia dipasar global,menempatkan pada
posisi terendah.
D. PERMASALAHAN
INDUSTRIALISASI\
Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri adalah
ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi
yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan
efisiensi.
Permasalahan-permasalahan tersebut
telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian
telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi
pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara
kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014, Kementerian
Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan
kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen.
Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian
membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi
acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan
ASEAN Economic Community.
Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci
utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang
mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan.
E. SRATEGI PEMBANGUNAN
SEKTOR INDUSTRI
Tujuan pembangunan industri nasional
baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk
mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk
mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
- Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
- Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan
pasar dalam negeri;
- Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian;
- Mendukung perkembangan sector infrastruktur;
- Meningkatkan kemampuan teknologi;
- Meningkatkan pendalaman struktur industri dan
diversifikasi produk
- Meningkatkan penyebaran industri.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut
dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam pembangunan
industrimanufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia
serta mampu mengantisipasi.perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat.
Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru
bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia,
sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah
membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar
internasional. Untuk itu, strategi pembangunan industri manufaktur ke depan
dengan memperhatikan kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saat ini,
adalah melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri
yang kolektif.
Industri manufaktur masa depan adalah
industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya
kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang
wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi
juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta
profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu
menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung
ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri
prioritas tersebut dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang
kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar
internasional.
Pembangunan industri tersebut
diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam
negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking) industri
dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa
depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun
penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional
baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka
pembangunan industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan
melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri
yang direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan
secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan
bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan
daerah sehingga memiliki daya saing.
Dalam pendekatan ini Departemen
Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan
kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi
tingkat kemiskinan dan pengangguran.
SOAL :
1.
Bidang matapencaharian yang
menggunakan ketrampilan dan ketekunan kerja dan penggunaan alat-alat di bidang
pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya adalah
pengertian dari…
a.Industri c.Strategi
ekonomi
b.Ekonomi d.Sosial
2.
Faktor-faktor pendorong
industrialisasi itu sendiri adalah,kecuali…
a.kemampuan teknologi dan inovasi
b.laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
c.kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
d.lemahnya tingkat pendidikan
3.
Di bawah ini adalah mengatasi
permasalahan secara nasional ,kecuali…
a.Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri
b.Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar
dalam negeri
c.Menurunkan kegiatan ekspor-impor
d.Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian
4. Untuk memajukan sumber daya
alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya manusia
yang berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembang yang mampu
memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara
tersebut, merupakan tujuan dari…
a.Industrialisasi c.Sektor
pertanian
b.Sektor Ekonomi d.Strategi
pembangunan industry
5. Ketergantungan terhadap bahan
baku serta komponen impor, merupakan suatu dari…
a.Faktor pendorong industri c.Tujuan Industri
b.Kendala pertumbuhan industri d.Konsep
Industri
source: